II. YANG WAJIB BERZAKAT
Tanggal: 30/11/1999diperbarui:30/11/1999
Oleh: Departemen Agama RI
Siapa yang diwajibkan Zakat
Yang diwajibkan berzakat ialah orang Islam yang memiliki kekayaan yang cukup nisab. Memang orang yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan berzakat sebagaimana ia tidak wajib shalat, puasa dan lain-lain kewajiban. Tetapi dalam perhitungan hisab amal nanti pada hari kiamat akan berat sekali karena kekafirannya yang tidak dapat dibebani kewajiban-kewajiban itu.
Nisab dan Haul
Semua kekayaan yang dikenakan zakat harus cukup nisab, yaitu jumlah minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Jika kurang dari itu kekayaan belum dikenakan zakat. Adapun saat haul ialah waktu wajib mengeluarkan zakat yang telah memenuhi nisabnya (dimiliki cukup dalam waktu setahun). Masalahnya ada sebagian kekayaan yang diwajibkan zakat bila telah dimiliki cukup setahun (haul), misalnya : emas, perak simpanan, barang dagangan, ternak sapi, kerbau, kambing, dan unta dan ada kekayaan yang diwajibkan zakat tidak usah dengan syarat haul, artinya kekayaan itu diwajibkan zakatnya tanpa menunggu jangka waktu pemilikan setahun, ialah segala macam hasil bumi begitu dihasilkan dan dimiliki begitu dikeluarkan zakatnya.
Berapa ketentuan tambahan
Kekayaan anak di bawah umur/orang gila.
Anak di bawah umur, yang belum akil baligh semestinya belum makallaf. Bagaimana hukumnya seandainya anak itu memiliki kekayaan yang telah mencukupi syarat syarat wajib zakat. Menurut pendapat para ulama kekayaan itu harus dizakati dan walinyalah yang melaksanakan pembayaran zakat itu. Orang yang sakit gila, dalam hal kekayaan dan zakatnya, sama dengan anak di bawah umur.Demikianlah kitab Fikhussunnah jilid 1 halaman 335.: "Wajib bagi anak dibawah umur dan orang gila membayarkan zakat kekayaan orang itu jika telah cukup senisab "
Sebagai dasar hukum pengarang kitab itu (Sayid Sabig) mengemukakan sebuah hadis dari Abdullah bin Umar: "Rasulullah bersabda : barang siapa mewalikan anak yatim yang mempunyai kekayaan, hendaklah kekayaan itu dipergunakan untuk berdagang dan janganlah kekayaan itu ditinggalkan sehinga kekayaan itu terkena zakat".
Kekayaan dizakati setelah dikurangi biaya pengolahan
Kekayaan apapun yang dimiliki orang diwajibkan zakatnya setelah kekayaan itu dipergunakan untuk kebutuhan yang betul betul perlu (primer) sehari-harinya, seperti makan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan alat bekerja kemudian masih ada lebihnya. Jika untuk keperluan yang primer itu tidak cukup maka ia tidak berkewajiban zakat. Namun janganlah sekali-kali orang menyalahgunakan ketentuan ini guna menghindari kewajiban zakat.
Mempunyai kekayaan tapi berhutang
Orang yang mempunyai kekayaan cukup nisab, akan tetapi ia mempunyai hutang, baik hutang itu kepada sesama manusia maupun kepada Allah SWT seperti haji nadzar, wasiat, maka hutang itu harus dilunasi dahulu, kemudian sisanya jika masih ada senisab harus dikeluarkan zakatnya. Demikian Fikhussunah jilid I halaman 336 : "Barang siapa memiliki kekayaan yang wajib dizakati sedangkan ia mempunyai hutang maka harus dikeluarkan sebanyak jumlah hutang, kemudian sisanya dikeluarkan zakat jika masih cukup senisab. Jika tidak cukup maka tidak wajib zakat lagi, karena orang itu dalam keadaan demikian termasuk orang fakir. Soal hutang sama saja kepada Allah atau kepada manusia"
Dalam hal ini diambilnya sebagai dalil dua hadis : "Tidak ada shadaqah atau zakat kecuali dari orang kaya", "Zakat itu diambil dari orang-orang yang kaya dan dikembalikan kepada orang-orang fakir".
Sekali-kali hal ini janganlah disalahgunakan sehingga asal punya hutang maka ia tidak membayar zakat.
Meninggal sebelum membayar zakat
Orang yang berkewajiban membayar zakat, tetapi ia meninggal dunia sebelum kewajiban itu dilaksanakan, maka kekayaan yang ditinggalkan tidak boleh dibagi sebagai warisan kepada ahli waris sebelum zakat itu dikeluarkan, karena zakat itu ada1a hutang kepada Allah. Tersebut dalam Al Qur\\'an surat An Nisa (4:11) "(Pelaksanaan pembagian harta warisan itu) sesudah dipenuhi wasiat, yang ia buat itu atau (dan) sesudah dibayar hutangnya". (Sekali ]agi bahwa zakat itu hutang kepada Allah).
Kompensasi hutang dengan zakat
Seorang fakir atau miskin mempunyai pinjaman uang kepada seorang kaya, kemudian pada suatu waktu orang kaya itu mengeluarkan zakat uangnya dan uang pinjaman yang ada pada orang fakir atau miskin itu dijadikan sebagai zakat yang diberikan kepadanya. Maka yang demikian itu hukumnya khilaf, ada yang melarang dan ada yang membolehkan. Demikian kitab Fikhussunnah jilid I halaman 407 : Imam Nawawi berkata dalam Kitab Majmu\\': Jika seorang miskin atau fakir mempunyai pinjaman, kemudian yang meminjamkan hendak menjadikannya sebagai zakatnya. dan ia berkata kepada yang mempunyui pinjaman : Pinjaman itu saya jadikan zakat saya. Terhadap persoalan ini ada dua pendapat :
Tidak boleh, dan pendapat ini yang dianggapnya yang lebih kuat karena pinjaman itu masih dalam tanggungan dan tidak akan menjadi bebas kecuali dengan adanya timbang terima. Ini pendapat Ahmad dan Abu Hanifah.
Boleh, dan ini pendapat Hasan Basri dan Atha,karena yang pinjam sekiranya menyerahkan hutangnya dan kemudian diambil kembali maka hal itu boleh saja. Maka demikian juga bila tanpa timbang terima".
http://www.bazisdki.go.id/index.cfm?fuseaction=artikel.detail&id=211&catid=30
Sabtu, 01 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar